Foto-foto Eksklusif Peninggalan Nabi Muhammad SAW

Bila kita berjauh jarak dengan sang terkasih Muhammad Rasulullah yang berbentang waktu 1.400 tahun… bila kita belum pernah tahu wajah sucinya sementara kita menyebut namanya setiap hari,.. kita menghantarkan salam kepadanya setiap hari melalui shalat, shalawat-shalawat dan do’a-do’a yang kita lantunkan… tidakkah foto-foto berikut ini mengobati kerinduan kita yang sangat dalam kepada Sang Tercinta Nabi Agung, Kekasih Allah dan Sang pribadi mulia panutan umat manusia?? Titik air mataku begitu melihat langsung keranda beliau dalam foto ini, tak terhalang apapun. Allahu Akbar … serasa dekaaat denganmu ya Rasulullah … Andai aku bisa melihat wajahmu, aku pasti pingsan, tak kuat dengan kenikmatan memandang wajahmu… Allahumma shalli ‘ala Muhammad ….

a

picture1.jpg

KUNCI KA’BAH ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW

a

picture2.jpg

JEJAK KAKI SANG NABI AGUNG

a

picture3.jpg

BEBERAPA RAMBUT DARI JANGGUT NABI MUHAMMAD SAW

a

Wadah Kotak Gigi Rasulullah SAW

a

picture4.jpg

PEDANG MILIK NABI MUHAMMAD SAW

a

Pedang Nabi SAW

a

Busur Panah Nabi SAW

a

Bendera Rasululullah SAW

a

Topi Besi Rasuluallah SAW

a

Baju dan barang-barang Rasulullah SAW

a

Surat Rasulullah SAW pada Raja Heraclius

a

Makan Siti Aminah, Ibunda Rasululllah SAW

a

picture6.jpg

PINTU EMAS MAKAM NABI MUHAMMAD SAW

a

picture7.jpg

Inilah makan Rasulullah SAW dari dalam. Di dalam inikah Sang Nabi Agung nan Mulia berbaring? Allahu Akbar … Makam raja saja, makan Sunan Sunan Gunung Djati saja, kita tidak bebas masuk dan melihatnya. Ini makam Rasulullah sang kekasih panutan umat manusia, Allaahu Akbar … Bila keranda ini disingkap dan kita bisa melihat tubuhnya yang suci berbaring, terbayangkah bagaimana kita menatap wajahnya?

Foto-foto Eksklusif Peninggalan Nabi Muhammad SAW

Bila kita berjauh jarak dengan sang terkasih Muhammad Rasulullah yang berbentang waktu 1.400 tahun… bila kita belum pernah tahu wajah sucinya sementara kita menyebut namanya setiap hari,.. kita menghantarkan salam kepadanya setiap hari melalui shalat, shalawat-shalawat dan do’a-do’a yang kita lantunkan… tidakkah foto-foto berikut ini mengobati kerinduan kita yang sangat dalam kepada Sang Tercinta Nabi Agung, Kekasih Allah dan Sang pribadi mulia panutan umat manusia?? Titik air mataku begitu melihat langsung keranda beliau dalam foto ini, tak terhalang apapun. Allahu Akbar … serasa dekaaat denganmu ya Rasulullah … Andai aku bisa melihat wajahmu, aku pasti pingsan, tak kuat dengan kenikmatan memandang wajahmu… Allahumma shalli ‘ala Muhammad ….

a

picture1.jpg

KUNCI KA’BAH ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW

a

picture2.jpg

JEJAK KAKI SANG NABI AGUNG

a

picture3.jpg

BEBERAPA RAMBUT DARI JANGGUT NABI MUHAMMAD SAW

a

Wadah Kotak Gigi Rasulullah SAW

a

picture4.jpg

PEDANG MILIK NABI MUHAMMAD SAW

a

Pedang Nabi SAW

a

Busur Panah Nabi SAW

a

Bendera Rasululullah SAW

a

Topi Besi Rasuluallah SAW

a

Baju dan barang-barang Rasulullah SAW

a

Surat Rasulullah SAW pada Raja Heraclius

a

Makan Siti Aminah, Ibunda Rasululllah SAW

a

picture6.jpg

PINTU EMAS MAKAM NABI MUHAMMAD SAW

a

picture7.jpg

Inilah makan Rasulullah SAW dari dalam. Di dalam inikah Sang Nabi Agung nan Mulia berbaring? Allahu Akbar … Makam raja saja, makan Sunan Sunan Gunung Djati saja, kita tidak bebas masuk dan melihatnya. Ini makam Rasulullah sang kekasih panutan umat manusia, Allaahu Akbar … Bila keranda ini disingkap dan kita bisa melihat tubuhnya yang suci berbaring, terbayangkah bagaimana kita menatap wajahnya?

Nama-nama Khas Sasak

Berbicara tentang “nama”, nama merupakan suatu hal yang mutlak dalam suatu benda, dengan nama tersebut, kita bisa bercerita atau menjelaskan maksud kita pada yang lain. Nama merupakan suatu instrumen untuk mengenali dan mengindikasikan suatu benda atau orang.

Sebuah nama sering dijadikan sebagai judul bagi karakter, penampilan serta impresi terhadap seseorang. Bahkan seorang peramalpun, sering menggunakan nama sebagai data awal dalam memahami dan melakukan ramalan terhadap seseorang. Sebuah nama, kadang-kadang menginformasikan kepada kita, bahwa seseorang itu berasal dari suatu daerah, suku, atau keluarga tertentu seperti nama-nama yang kita dapatkan dari warga suku Batak. Dan selain itu sebuah nama juga bisa menginformasikan seseorang itu beragama apa, dari daerah mana, keturunan siapa, kalangan biasa atau bangsawan, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Meskipun nama juga kadang menipu…

Nama bagi Orang Sasak

Di Lombok yang mayoritas didiami suku Sasak, seperti daerah lainnya, penduduknya memiliki nama-nama yang khas yang sering menunjukkan dia berasal dari Lombok.

Dalam kultur masyarakat Sasak, pemberian nama bagi seorang bayi dilakukan saat “pra api”. Nama bagi masyarakat Sasak, sering diartikan sebagai sebuah doa dan identitas bagi anaknya.

Karena masyarakat Sasak mayoritas beragama Islam, sebagian masyarakatnya sering memberikan nama-nama dengan harapan namanya tersebut merupakan doa bagi anaknya seumur hidupnya, bahkan sepanjang masa sekekal waktu anaknya dihadirkan dalam takdir Ilahi (dunia dan akhirat).

Sayangnya, tidak sedikit masyarakat Sasak yang berpikir sempit bahwa doa hanya semestinya menggunakan bahasa Arab, sehingga nama-nama khas Sasakpun, meskipun memiliki arti yang baik dan dapat diniatkan sebagai doa, secara perlahan mulai tidak diminati lagi, padahal kita semua mungkin sepakat, bahwa Tuhanpun mengerti bahasa Sasak ketika kita berdoa menggunakan bahasa Sasak.

Memang bukanlah suatu masalah apakah orang tersebut akan memiliki nama yang Islam atau yang berbau Sasak. Namun yang ingin dikemukakan adalah bagaimana menyamakan persepsi sekaligus sosialisasi ke kalangan umum (khususnya luar Sasak) tentang nama-nama khas Lombok.

Memang ada juga nama-nama yang cukup populer khas Lombok seperti “Lalu” untuk laki-laki dan “Baiq” untuk perempuan. Sayangnya keberadaan nama Lalu dan Baiq, terbatas pada kalangan bangsawan Lombok saja.

Nama Khas Sasak Sebagai Identitas

Kita mungkin sering mendengar nama-nama Lubis, Harahap, Sitompul, dan kita cukup yakin bahwa mereka itu adalah orang Batak. Ada juga Suwarno, Hardjo, Tarno, Bambang, Poniyem, adalah nama-nama bagi orang Jawa. Untuk suku Sunda, kita sering mendengar nama Asep, Cecep, Dede, Eep, Endang dan lain-lain, sedangkan bagi orang Bali kita sering mendengar nama Wayan, Made, Nengah, Putu dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan Sasak Lombok? Kita juga tentu memiliki nama-nama yang khas Sasak Lombok, sayangnya tidak sepopuler seperti dari etnis tersebut di atas

Nama-nama khas Sasak yang merupakan gelar kebangsawanan seperti juga disebutkan sebelumnya diantaranya adalah Raden, Lalu, Baiq, Dende atau Gede, tergantung dari daerahnya di Lombok. Namun yang paling populer dan paling banyak dipakai seantero Lombok adalah Lalu atau Baiq. Dan memang secara hirarki gelar Raden stratanya lebih tinggi dibanding Lalu.

Sementara untuk masyarakat Sasak umum, kita sering mendengar nama Mustiarep, Munarep, Mustiari, Munaris, Munerim, Muniri, Rumini, Seneng, Genah, Rumenah, Saimah, Sainah, Jumasih, Jumaah, Jumiri, Jumitri dan lain-lain. Bahkan nama Gubernur NTB sekarang Lalu Serinate, terkesan Sasak tulen.

Sayangnya nama-nama tersebut (nama untuk kalangan umum, bukan gelar kebangsawanan) sudah kurang diminati lagi, mungkin karena terkesan kampungan dan dianggap tidak relevan dengan tujuan memiliki nama sebagai doa (bagi yang beranggapan doa semestinya bahasa Arab).

Nama-nama khas Sasak akan terasa sekali manfaatnya kalau kita di daerah rantau, ketika mendengar seseorang bernama depan Lalu atau Baiq, kita mungkin akan serta merta mengatakan orang tersebut saudara kita dari Lombok. Tapi bagaimana kalau saudara kita tersebut bukan golongan bangsawan, yang berarti tidak menggunakan Lalu atau Baiq, kita mungkin akan kesulitan untuk mengetahuinya secara langsung bahwa dia dari Lombok.

Lalu bagaimanakah seharusnya memberi nama anak kita? Terserah anda.

Mohon maaf kalau ada yang salah.

Wisata Alam Rinjani


Disamping anda bisa menikmati keindahan pantai, di Lombok anda juga bisa menaklukkan Rinjani, Gunung berapi tertinggi ke dua di Indonesia setelah Kerinci di Sumatera. Gunung ini memiliki ketinggian 3726 meter di atas permukaan air laut. Gunung ini tidak sekedar tinggi, namun menawarkan panorama alam yang mengagumkan, sebuah mahakarya yang eksotis dan layak dinikmati.

Di atasnya, anda akan menemukan danau Segara Anak, sebuah danau yang indah. Sebagai suatu imbalan telah bersusah payah menaiki Rinjani. Temukanlah, dan ayo taklukkan Rinjani…. dan dapatkan diri anda sebagai seorang yang sangat kecil, sehingga tak ada alasan lagi untuk membanggakan diri.

(Coba telaah perbandingan tinggi Rinjani dengan luas daratan Lombok, bandingkan dengan tinggi Kerinci dan luas Sumatera)

Berikut ini adalah lokasi yang menjanjikan suatu decak kagum akan mahakarya sang pencipta.

Tempat Tempat Penting Dalam Perjalanan mendaki Gunung Rinjani-Lombok*

Bunut Ngengkang ,
adalah sebatang pohon beringin besar, di bawahnya di jadikan tempat
peristirahatan pertama oleh para pendaki, tempat pertemuan antara
jalan senaru ke semongkat.
tempat ini menyeruypai seseorang yang berdiri dengan kedua kakinya
yang terbuka seperti layaknya kaki yang mengangkang. itulah sebabnya
di sebut bunut ngengkang. Andongan tembing adalah merupakan pintu
untuk memasuki hutan belantara. merupakan pintu I dalam pendakian
gunung rinjani. di tempat ini pare pendaki di ingatkan berhati hati
karena sudah mulai terdapat banyak tebing yang berbahaya.

Montong Satas ( Pos II )
tempat ini merupakan temapt peristirahatan, disini terdapat batuyang
di sebut Batu Penyesalan. di tempat inilah muncul perseteruan dalam
hati para pendaki antara melanjutkan perjalanan atau kembali, karena
jarah yang di tempuh ke tempat tujuan sama jauhnya dengan perjalanan
kembali. pada sa’atitu kondisi badan sudah lumayan letih. dalam
keadaan normal tempat ini dapat di jangaku selama 2 jam dari bunut
ngengkang.

Senggah Basong ( Barking Deer )
Rusa jenis ini memang penghuni kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani,
bentuk fisiknya sama dengan menjangan lainnya, yang berbeda adalah
susunan susunya yang terdiri dari lima punting susu. sementara
menjangan atau senggah biasa memiliki 4 punting susu. muka menjangan
ini menyerupai anjing, tanduknya agak melengkung ke belakang serta
baunya mirip seperti anjing, itulah sebabnya jenis satwa ini di sebut
Senggah Basong ( senggah = menjangan, bbasong = anjing )

Goa SUSU
Di Tamana national Gunung Rinjani terdapat 3 goa yang terkenal yaitu
Goa susu, goa payung dan goa manik, goa susu dapat di jadikan media
bercermin diri, sering di gunakan sebagai tempat bermeditasi. orang
orang yang berhati kotor, dengki akan mendapat kesulitan untuk
memasuki goa susu. Lubangnya lobangnya memang sempiy namun sebaliknya,
hanya orang orang yang berhati mulia, bersih lahir batinya yang dapat
memasukinya. dari dalam goa air menetes dari ujung bebatuan yang meyerupai

punting susu, itulah sebabnya di sebut goa susu. rasa air yang menetes
dari setiap puting tersebut berbeda beda.
di dalam goa susu terasa suhu yang panas dan berasap bagaikan asap
kukusan sehingga pelakuan dalam proses ini di sebut mengukus dan
terkadang orang menyebutnya rontgen, dan sangat bagus untuk
menyembuhkan segala macam penyakit di badan.

Aiq Kalak / Air Panas
Aik kalak, berarti air panas, air inilah yang di gunakan untuk berobat
segala macam penyakit. salah satu dari sekian nama air panas adalah
pangkereman jembangan yang berarti suatu tempat berendam. di tempat
ini mata air panas meyembur dengan suhu yang sangat tinggi. banyak
para pendaki menggunakan tempat ini untuk menguji benda benda bertuah.
membuat minyak obat dari kelapa. benda benda bertuah seperti keris,
pedang, golok, badik, tombak dapat menjadi lengket apa bila di
rendam, itu menandakan bahwa benda benda tersebut jelek, tidak
memiliki kekuatan supranatural. sebaliknya, apabila benda benda itu
tetap utuh berarti benda benda tersebut memiliki kekuatan
supranatural. dipercaya sudah memiliki Mang ( kekuatan ).

Danau Segara Anak
dari atas, danau segara segara anak tampak luas meyerupai lautan.
dengan warna air yang mebiru, danau ini bagaikan anak lautan. karena
itulah disebut segara anak, danau segara anak menyimpan berbagai
misteri dan kekuatan gaib, itulah sebabnya manusia merasa betah
tinggal lama di tempat ini. disinilah komunitas mahluk gaib yang di
sebut jin bermukim. diyakini sekitar danau segara anak di huni oleh
komunitas bangsa jin yang sangat banyak, sebagai besar dari mereka
beragama islam. keyakinan masyarakat, apabila Danau Segara ANak
terlihat luas menandakan bahwa umur orang yang melihat itu masih panjang.
sebaliknya jika tampak sempit maka menandakan umir si pelihat pendek.
untuk itu agar tidak menjadikan seseorang pesimis maka segera di
lakukan bersih diri. artinya bangkitkan semangat hidup dan harus
berjiwa tenang. pandanglah kembali danau sepuas puasnya.
Pantangan ketika di sana, tidak boleh melakukan hubungan intim suami
isti, jangan mengeluh dan berkata kotor, harus tetap sabar dalam
menghadapi persoalan persoalan.

Gunung Baru Jari
Gunung baru berarti gunung berapi yang baru , anak gunung itu
menyembul di tengah tengah Danau segara Anak, menurut kepercayaan
masyarakat, gunung baru merupakan pusar Gunung rinjani, jika gunung
baru yang meletus tidak akan membahayakan Penduduk di Pulau Lombok.
Terkecuali yang meletus Gunung Rinjani sendiri. Sebagaian masyarakat
percaya bahwa ketika gunung baru meletus tahun 1994 dan 2004 adalah
merupakan ulah bangsa jin, mereka sedang membangun. hal ini tampak
dari batu batu yang di semburkan tersusun rapi dan indah. batu batu
tersebut berada pada bagian kaki Gunung Baru.

Puncak Rinjani
Di Puncak gunung Rinjani diyakini oleh masyarakat umum di lombok
adalah Sebagai tempat bersemayamnya Raja Jin, penguasa Gunung Rinjani
bernama Dewi Anjani.
dari puncah ke arah tenggara terdapat sebuah lautan debu ( kaldera )
yang dinamakan Segara Muncar. pada saat saat tertentu, dengan kasat
mata dapat terlihat istana Ratu Jin. Pengukutnya merupakan golongan
Jin yang baik baik. alkisah Ratu Jin Dewi Anjani adalah seorang putri
Raja yang tidak di izinkan menikah dengan kekasih pilihannya. pada
suatu tempat mata air bernama Mandala sang Ratu Menghilang. ia
berpindah tempat dari alam nyata menuju alam gaib ( alam Jin ).

Sandar Nyawa / Bunga Abadi
Jenis tanaman ini menurut kepercayaan terlarang di petik, karena
tanaman ini merupakan tanaman di dalam Taman Sari dari kerajaan Jin
di alam gaib. untuk memperoleh bunga ini masyarakat pada zaman dulu
harus berani mempertaruhkan nyawanya. itulah sebabnya bunga ini
disebut bunga Sandar Nyawa. bunga ini tak pernah layu, usianya sama
dengan usia mahluk gaib.

Kalimantong
Tanaman ini banyak tumbuh di sepanjang jalan menuju kawasan Gunung
Rinjani. Pohonnya berduri bagaikan pohon mawar. buahnya merah seperti
strawbery. buah kalimantong dapat di makan dan rasanya manis sedikit
kecut. buah ini dapat menjadi pelepas dahaga dan lapar para pendaki
yang kehabisan bekal.

(*article dari Ronie, Rinjani Trekking Club, JL. Raya Senggigi Km. 08, Senggigi 83355 +628175730415, www.anaklombok. com)

Masyarakat Lombok

Sekilas informasi singkat tentang Pulau Lombok.

Pulau Lombok memiliki lokasi geografis di Asia Tenggara Koordinat 8.565° S 116.351° E Gugusan Pulau-pulau Kepulauan Kecil Sunda. Luas pulau 4,725 km². Tempat tertinggi adalah Rinjani (3,726 m). Pulau Lombok menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ibu kota provinsi, Mataram ada dipulau ini.

Secara demografis populasi penduduk berkisar 2,536,000 jiwa (data thn 2004) dengan kepadatan penduduk 537 jiwa/km². Penduduk pribumi bersuku Sasak. Tetapi di pulau Lombok terdapat beberapa suku pendatang dari berbagai daerah seperti suku Bali, Jawa, dan lainnya. Suku Sasak adalah penduduk asli yang menduduki pulau Lombok berjumlah sebanyak 2.6 juta orang (85% total penduduk Lombok). Mereka mempunyai hubungan dengan orang Bali dari segi budaya dan bahasa.

Sejarah

Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan tertua yang pernah tumbuh dan berkembang di pulau Lombok, bahkan disebut-sebut sebagai embrio yang kemudian melahirkan raja-raja Lombok. Posisi ini selanjutnya menempatkan Kerajaan Seiaparang sebagai ikon penting kesejarahan pulau ini. Terbukti penamaan pulau ini juga sering disebut sebagai bumi Selaparang atau dalam istilah lokalnya sebagai Gumi Selaparang.

Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui exspedisi di bawah Mpu Nala pada tahun 1343, sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada sendiri pada tahun 1352.

Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok, dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka, setelah kerajaan Majapahit runtuh.

Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan kota Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, gersik, dan Sulawesi.

Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.

Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang menggembirakan, hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali beberapa tempat yang masih mempertahankan adat istiadat lama.

Geografis Lombok

Secara geografis, Pulau Lombok dan Pulau Bali memang terpisah. Batasnya jelas. Selat Lombok, yang membentang di sepanjang pesisir barat Pulau Lombok atau di pesisir timur Pulau Bali, menghubungkan kedua pulau kecil di wilayah Nusa Tenggara ini. Tetapi, dari sisi sejarah dan budaya, keduanya memiliki kedekatan khusus yang menjadikan Lombok dan Bali seperti dua saudara sekandung. Bahkan, sampai muncul istilah, di Lombok kita bisa menemukan Bali.

Kedekatan budaya Bali dan Lombok memang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kedua pulau bertetangga ini. Diawali dengan masuknya pengaruh paham Siwa-Buddha dari Pulau Jawa yang dibawa para migran dari kerajaan-kerajaan Jawa sekitar abad ke-5 dan ke-6 Masehi, sampai infiltrasi Kerajaan Hindu Majapahit yang mengenalkan ajaran Hindu-Buddha ke penjuru timur wilayah Nusantara pada abad ke-7 M.

Sejumlah penanda masih terlihat jelas hingga saat ini. Di sejumlah tempat di Pulau Lombok dan Bali terdapat nama-nama desa yang mengadopsi nama tempat di Jawa. Sebut saja, Kediri, Pajang, ataupun Mataram, yang kini menjadi nama ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pendatang asal Bali yang bermigrasi ke Lombok pada zaman kerajaan itu memanggil penduduk Sasak dengan sebutan semeton, yang berarti saudara. Sebaliknya, terhadap warga Bali dan etnis non-Sasak lainnya, masyarakat Sasak memberikan panggilan hormat, batur, yang berarti sahabat.

Batur Bali berarti sahabat dari Bali, Batur Jawa bermakna sahabat dari Jawa.

Bahasa Bali-Lombok

Salah satu kedekatan budaya antara Lombok dan Bali lainnya adalah bahasa. Sebelum ramai didatangi beragam etnis, Pulau Lombok sudah dihuni masyarakat Sasak yang disebut sebagai penduduk asli. Ragam bahasa antara Lombok dan Bali hampir serupa, sama-sama bersumber dari bahasa Kawi dengan aksara Jawa Kuno.

Huruf aksara Sasak dan Bali 100 persen sama, hanacaraka-nya berjumlah 18. Ini berbeda dengan aksara di Jawa yang lebih banyak dua aksara. Bedanya, penulisan aksara Sasak lebih tegas dibanding aksara Bali.
Begitu juga dalam teknik pencatatan. Tradisi menulis di daun lontar dilakukan pujangga dan sastrawan di Bali dan Lombok. Teknik ini dilanjutkan dengan tradisi membaca naskah sastra, pepawosan dalam budaya Sasak dan mabebawos dalam budaya Bali.

Dalam ritual upacara masyarakat Hindu di Lombok dikenal tradisi melantunkan tembang Turun Taun saat berlangsungnya upacara sakral memohon turunnya hujan. Upacara ini digelar di pura setempat menjelang datangnya musim tanam.

Meskipun dilantunkan masyarakat Hindu, ragam bahasa da

n lagunya jelas menunjukkan pengaruh Sasak, ditambah beberapa sisipan kata-kata bernuansa Islam. Sebait lagu ini, misalnya,
Turun Taun Leq Gedong Sari
Mumbul Katon Suarge Mulie
Langan Dee Sida Allah Nurunang Sari
Sarin Merta Sarin Sedana
yang intinya kira-kira bermakna "semoga Tuhan segera menurunkan hujan sebagai inti kebahagiaan".

Kata sangkaq dan kembeq (kenapa), lasingan, timaq (walau), aro (ah), kelaq moto (sayur bening), dalam bahasa Sasak, kata Mandia, antara lain juga diadopsi sebagai percakapan sehari-hari masyarakat Bali di Lombok.

Akulturasi kearifan

Akulturasi budaya antara penduduk lokal dan Bali serta Jawa juga terlihat dalam busana dan tradisi masyarakat. Misalnya, ikat kepala, yang dalam tata busana adat Sasak disebut sapuk (dipakai pria), mirip dengan destar dalam busana Bali.

Kebiasaan nebon, suami yang membiarkan rambutnya gondrong selama sang istri hamil, dikenal dalam tradisi Sasak dan Lombok. Rambut sang suami baru dipotong setelah istrinya melahirkan. Selama nebon, kegiatan rumah tangga ditangani suami. Kebiasaan ini dipertahankan dengan tujuan demi melahirkan generasi yang bibit, bebet, dan bobotnya berkualitas, juga kesehatan jasmani dan rohaninya lebih baik.

Dulu, kalau mau berkunjung ke rumah seorang gadis, meskipun keduanya sama-sama keluarga Bali, sang pemuda harus bisa membacakan isi lontar Pesasakan, yang bahasa pantunnya murni menggunakan bahasa Sasak.

Akulturasi budaya juga terlihat dalam agama wetu telu. Kelompok penganut agama sinkretisme islam, hindu dan animisme. Penganut Wetu Telu mayoritas berdiam di Kampung Bayan, tempat di mana agama itu dilahirkan. Golongan besar Wetu Telu juga boleh didapati di Mataram, Pujung, Sengkol, Rambitan, Sade, Tetebatu, Bumbung, Sembalun, Senaru, Loyok dan Pasugulan.

Kalau nama Mataram,
setidaknya sudah ada dalam benak kami. Tapi Lombok sambil menggelengkan kepala,
Dato Tengku Putra Tengkung Awang, Timbalan Menteri Perbendaharaan Kerajaan
Malaysia, mengatakan kepada Kompas saat acara makan malam rombongan promosi
pariwisata di Nusa Tenggara Barat.

Agaknya nama Pulau Lombok
apalagi etnis Sasak sebagai penduduk asli pulau itu tidak tercatat dalam benak
warga

Malaysia

pada umumnya. Dari pejabat hingga warga biasa,

Lombok

mungkin adalah negeri antah-berantah. Kalangan tertentu lebih mengenal Kota
Mataram, ibu

kota

Provinsi NTB saat ini.

Mataram yang dikenal Yang
Berhormat Dato Tengku Putra malah bukan nama

kota

yang ada di Pulau Lombok tadi. Bagi Dato
Tengku Putra, Mataram yang ia kenal adalah nama sebuah kerajaan di Pulau Jawa,
yang pada abad ke-11 dan 12 kemasyhurannya terekam sampai negeri seberang,
bahkan dijadikan salah satu materi pendidikan tingkat sekolah menengah pertama
di

sana

.

Sejarah masa silam

Lombok

dan etnis Sasak belum terungkap secara jelas.
Keringnya referensi dan belum adanya penelitian ilmiah tentang Lombok, boleh
jadi penyebab jejak tapak sejarah

Lombok

tidak
banyak diketahui. Wajar bila Solichin Salam dalam buku Lombok Pulau Perawan
menuliskan, Tidak begitu banyak dapat diketahui mengenai

Lombok

sebelum abad ke-17.

Referensi yang ada berupa
cuplikan, legenda, mitos, dan naskah lontar yang tentunya masih perlu dikaji
secara ilmiah. Namun, dari bukti-bukti etnografi yang sederhana, temuan
barang-barang dan situs-situs arkeologis di beberapa tempat mungkin bisa jadi
gambaran sepintas keberadaan etnis Sasak.

Misalnya hasil pantauan
awal Nasruddin dan Dubel Driwantoro, keduanya arkeolog bidang prasejarah pada
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, yang menemukan artefak
paleolitik (900.000 tahun lalu) di Desa Sengkere, Desa Pelambek, Lombok Tengah,
24 Februari 2000. Temuan itu berupa subfosil tulang kering (tibia) kerbau
purba, serut tipe tapal kuda, kapak berimbas, kapak penetak, peralatan serpih,
dan lainnya dengan bahan batuan basal dan marmer. Tinggalan sumber daya
arkeologis itu tergolong tua, diduga dari masa plestosen atas dan tengah
(400.000-100.000 tahun lalu).

Sebelumnya, tahun 1976,
dari hasil ekskavasi di Gunung Piring, Desa Teruwai, Lombok Tengah, ditemukan
sejumlah peralatan untuk prosesi pemakaman dan tulang paha yang hidup pada abad
ke-4 Masehi. Alat itu antara lain sebuah kendi diletakkan pada bagian kaki
jasad manusia yang dikuburkan itu.

Kemudian, pada abad ke-5
hingga abad ke-6 terjadi gelombang migrasi dari Pulau Jawa ke Bali terus ke

Lombok

, menyusul runtuhnya Kerajaan Daha dan Kalingga.
Dari penelitian Rulof Goris, dikatakan bahwa alat transportasi laut yang
dipakai menyeberang oleh para migran dari dan ke

Lombok

disebut sak-sak (rakit bambu). Mendalami kata itu pula, A Teeuw ahli sastra

Indonesia

dari Belanda menduga kata sasak muncul
dari kebiasaan masyarakat

Lombok

masa itu yang
memakai ikat kepala berbahan tembasak (kain putih). Bisa jadi sasak itu diambil
dari suku kata terakhir tembasak: sak. Lewat proses pengulangan, bentuk sak-sak
lalu jadi sasak.

Sak-sak dalam bahasa Sasak
bermakna apa pun, atau bisa diterjemahkan bahwa apa pun yang menyatu, tumbuh
dan berkembang adalah milik dan identitas bersama guna membangun komunitas
kultural. Ini bukti kesadaran plural atau multikultural telah tumbuh sejak dini
di Lombok, kata M Yamin, pemerhati budaya Sasak.

Tampaknya, senada dengan
JCHaar pengamat pertenunan Lombok tahun 1925, bahwa Sasak tumbuh dari etnis
yang majemuk, baik kependudukan, agama, ras yang datang menetap dari kawasan
barat dan timur. AR Walace mengatakan, orang Sasak dapat dikelompokkan sebagai
turunan Melayu.

Indikasi itu disebutkan
Ahmad JD pemerhati budaya Sasak lainnya ”dengan adanya Kampung Jawa, Kampung
Banjar, Kampung Melayu, atau Kampung Arab yang berada di kota-kota
provinsi/kabupaten di Pulau Lombok, selain Kampung Manggarai (kini Desa Kerumut
Pohgading, Lombok Timur), Kampung Tanjung Luar (Desa Tanjung Luar, Kecamatan
Keruak, Lombok Timur, dominan penduduknya suku Bajo, Salayar), Kampung Pemenang
(nama desa dan kecamatan di Lombok Barat).

Para

penghuninya kini melebur menjadi orang Sasak-Lombok, walau mereka masih
mempertahankan beberapa aspek tanah leluhur-nya.

Sejak abad ke-11

Sekitar abad ke-11, sebuah
tong-tong perunggu berangka tahun 1077 Masehi ditemukan di Desa Pujungan,
Tabanan,

Bali

, yang ditulis setelah kekuasaan
Raja Anak Wungsu di Bali. Nekara itu bertuliskan huruf kuadrat berbunyi Sasak
Dana Prihan Srih Jaya Nira, yang artinya bahwa benda ini adalah pemberian dari
orang-orang Sasak. Artinya, nama Sasak dan

Lombok

sudah ada jauh sebelum abad ke-11, atau setidaknya sudah dikenal secara
tertulis pada abad ke-11.

Pada abad ke-14, ekspedisi
Kerajaan Majapahit yang menguasai seluruh Nusantara tampaknya singgah pula di

Lombok

. Dalam buku Negarakretagama karya Mpu Prapanca
disebut, Lombok Mirah Sasak Adinikalun. Diduga itu sebutan untuk pulau dan
etnis di

sana

.
Adanya Pedewa di Gunung Pujut, Lombok Tengah, sekelompok orang di Desa
Sembalun, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, yang mengaku keturunan Majapahit,
adalah gambaran kedatangan rombongan dari kerajaan pimpinan Raja Hayam Wuruk
itu.

Adanya pertunjukan wayang
lelendong (wayang kulit) dan wayang wong (orang), perangkat gamelan berupa
gendang, kemong, gong di Lombok seperti dikenal di Jawa dan Bali diduga oleh
Parimartha, dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana, merupakan menebarnya
pengaruh Jawa (Majapahit) di Lombok. Mengacu pendapat Goris, Parimartha
mengatakan, pengaruh Jawa masuk

Lombok

tahun
1350-1500 Masehi.

Kedatangan para migran yang
disertai infiltrasi agama Syiwa-Buddha dan Hindu-Buddha ke Lombok, mungkin
karena keberadaan atau mitos Gunung Rinjani (kini tingginya 3.726 meter) yang
dianggap tempat suci. Rinjani yang dikuasai tokoh abadi Dewi Anjani, bersama
Agung di

Bali

dan Semeru (Jatim) adalah wujud
serpihan Gunung Himalaya di India. Semeru adalah bagian dasarnya, Agung bagian
tengah, dan Rinjani puncaknya. Karenanya, bila ada upacara di Pura Besakih,

Bali

, harus ada tirta dari tiga gunung itu sebagai syarat
peranti acara.

Setelah itu Kerajaan
Karangasem menguasai Pulau Lombok (1691-1894), disusul Belanda dan Jepang, yang
kemudian memengaruhi kehidupan sosial politik, sosial budaya, tradisi,
kesenian, arsitektur hingga sektor agraris, selain persoalan sosial terhadap
penduduk lokal. Misalnya, istilah keliang (di tingkat dusun atau gubug),
pembekel (kepala desa), punggawa (camat), selaku pembantu raja, adalah model
birokrasi yang dikembangkan pihak kerajaan masa itu.

Bangunan sosial budaya,
politik dan lainnya itu mungkin membuat rakyat lokal terpinggirkan oleh
berbagai tekanan dari pemerintah masa itu. Sebab, mereka hanyalah abdi dalem,
yang manut dan patuh menjalankan titah sang penguasa. Dalam kehidupan serba
tertekan, rakyat diam-diam membangun solidaritas dan partisipasi dalam
lingkungan komunalnya untuk bertahan hidup.

Tetapi sudahlah, itulah
sejarah yang mestinya dipahami dan diakui sebagai perjalanan sebuah puak. Kini
terpulang kepada jajaran pemerintah dan masyarakat di

Lombok

untuk mau belajar dari sejarah, sebagai acuan sekaligus alat kontrol menghadapi
dan menyiasati arus deras peradaban modern yang penuh parado
ks.

Budaya Sasak

Suku Sasak
Komunitas Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat merupakan Suku terbesar di Propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa Tenggara Timur ini. Menurut catatan sensus yang diadakan tahun 1989, populasi suku sasak mencapai 2,1 juta jiwa. Pada Sensus berikutnya, tepatnya tahun 2000 populasinya bertambah menjadi 2,6 juta jiwa. Tahun ini diperkirakan populasi Suku Sasak yang tinggal di Lombok sekitar 3 juta jiwa, jumlah itu belum termasuk “sasak diaspora” alias sasak rantau yang menetap di Pulau Sumbawa bagian Barat, di Kalimantan Timur (akibat proyek transmigrasi), di Malaysia (TKI) dan di beberapa Kota besar di Indonesia (yang umumnya karena faktor pekerjaan dan status sebagai Mahasiswa). Di Samping itu dalam jumlah kecil, Suku Sasak tersebar di beberapa Negara di dunia ini. Melihat hal ini Populasi Komunitas Suku Sasak bisa dikatakan cukup besar dan layak disandingkan dengan etnis lain di Indonesia.

Tapi Tahukah Semeton dari mana asal usul Suku sasak ? , ” Siapa Papuk Baloq orang sasak?”. Saya yakin seyakin yakinnya, sangat teramat sedikit dari kita yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Satu Minggu yang lalu, Komunitas Sasak yang tergabung dalam milis Sasaknese mengadakan diskusi kecil tentang hal ini, jauh memang kalau dikatakan sebagai diskusi yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan, tapi paling tidak banyak diantara kita yang memiliki informasi yang berbeda beda tentang asal usul Papuk Baloq Sasak.

Dari penelusuran kecil kecilan, terungkap bahwa Suku Sasak berasal dari Vietname, bersumber dari miripnya Bahasa / Base Sasak dengan Bahasa di vietnam. Ada juga semeton sasak yang sekarang ini bekerja di sektor Pariwisata di Lombok yang sempat bertemu dengan turis dari Philipine, yang bikin semeton kita ini terkejut, ada banyak kesamaan antara bahasa sasak dengan bahasa si turis, ya Bahasa Tagalog, apakah ini artinya Papuk Baloq kita dari philipine?. Ada banyak teori yang biasa dipakai oleh para ahli untuk menelusuri asal usul suatu etnis, salah satunya adalah dari bahasa yang mereka pergunakan, fisik mereka dan sejarah para tetuanya. Mari kita coba telusuri satu persatu.

BAHASA
Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.

Menurut ethnologue yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, Bahasa Sasak merupakan keluarga (Languages Family) dari Austronesian Malayo-Polynesian (MP), Nuclear MP, Sunda-Sulawesi dan Bali-Sasak.

Sementara kalau kita perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Saat Pemerintah Kabupaten Lombok Timur ingin membuat Kamus Sasak saja, mereka kewalahan dengan beragamnya bahasa sasak yang ada di lombok timur, Walaupun secara umum bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan).

Dari Aspek Bahasa, Papuk Bloq kita bisa jadi berasal dari Jawa (Malayo-Polynesian), Vitname atau Philipine ( Austronesian), atau dari Sulawesi (Sunda-Sulawesi)

SEJARAH
Sebelum Abad ke 16 Lombok berada dalam kekuasan Majapahit, dengan dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke Lombok. Malah ada kabar kalau beliau wafat di Pulau Lombok dan dimakamkan di Lombok Timur. Pada Akhir abad ke 16 sampai awal abad ke 17, lombok banyak dipengaruhi oleh Jawa Islam melalui dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri, juga dipengaruhi oleh Makassar. Hal ini yang menyebabkan perubahan Agama Suku Sasak, yang sebelumnya Hindu menjadi Islam.

Pada awal abad ke 18 Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel Gel Bali. Peninggalan Bali yang sangat mudah dilihat adalah banyaknya komunitas Hindu Bali yang mendiami daerah Mataram dan Lombok Barat, Beberapa Pura besar juga gampang di temukan di kedua daerah ini. Lombok berhasil Bebas dari pengaruh Gel Gel setelah terjadinya pengusiran yang dilakukan Kerajaan Selapang (Lombok timur) dengan dibantu oleh kerajaan yang ada di Sumbawa (pengaruh Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa kabarnya banyak yang akhirnya menetap di Lombok Timur, terbukti dengan adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok Timur yang penduduknya mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa.

Kalau kita lihat dari aspek sejarah, orang Sasak bisa jadi berasal Jawa, Bali, Makassar dan Sumbawa. Tapi bisa juga ke empat etnis tersebut bukan Papuk Bloq orang sasak, melainkan hanya memberi pengaruh besar pada perkembangan Suku Sasak

Ciri FISIK
Sementara kalau diperhatikan secara fisik Suku Sasak ini lebih mirip orang Bali dibandingkan orang Sumbawa. Dari Aspek ini bisa jadi orang Sasak berasal dari orang Bali, nah sekarang tinggal di cari :orang Bali berasal dari mana?

Harapan
Semoga Dewan Adat Sasak segera menerbitakan Buku Sejarah Sasak dan merampungkan Kamus Bahasa Sasak.

* Tulisan ini hanya oret oretan saja, data data yang digunakan masih diragukan ke shahihannya karena keterbatasan sumber sejarah terkait Suku Sasak. Adanya tulisan ini diharapkan ada informasi dari semeton senamiyan untuk meluruskan, memperbaiki yang salah dan menambahkan yang kurang.

* Tulisan yang sama dimuat juga di Situs Komunitas Sasak


Pantai Kuta

PANTAI KUTA DI PULAU LOMBOK

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,

Udara terasa panas ketika kami melintas dengan kendaraan dari Mataram menuju Kuta – nama sebuah pantai indah di Pulau Lombok. LombokBangka 164Jarak antara Mataram-Kuta sekitar 70 km, namun kami tempuh dalam waktu lebih kurang satu setengah jam. Kami sengaja mengendarai mobil agak lamban, mengingat lebar jalan yang relatif kecil dan berliku. Sepanjang jalan, saya dapat menyaksikan suasana kehidupan masyarakat desa. Saya senang memperhatikan arsitektur tradisional rumah suku Sasak yang terasa menyatu dengan alam. Rumah-rumah itu terletak di antara rerimbunan dahan-dahan pepohonan, berjajar-jajar sehingga membentuk keindahan tersendiri. Bukan sekali ini saja saya datang ke Lombok. Namun sebelumnya saya hanya datang ke kota. Kali ini saya masuk jauh ke pedalaman, keluar masuk kampung-kampung, dan akhirnya pergi ke Kuta.

LombokBangka 177Dalam pengamatan saya yang sering pergi ke pantai, Pantai Kuta di Lombok jauh lebih menawan dibandingkan Pantai Kuta di Bali. Kedua pantai ini memiliki nama yang sama, namun kondisinya jauh berbeda. Pantai Kuta di Bali terletak sangat dekat dengan kota. Kawasannya sudah dibangun dan dikunjungi banyak turis, dari dalam maupun dari luar negeri. Pantai Kuta di Lombok masih tergolong sepi. Penduduk sekitar masih diliputi suasana kehidupan perdesaan, dengan bangunan-bangunan relatif sederhana. LombokBangka 154Hanya Hotel Novotel yang tergolong mewah di pantai itu. Hotel ini dibangun dengan gaya tradisional Sasak dalam bentuk rumah kampung terbuat dari kayu beratap ijuk dan daun ilalang. Pemandangan dari hotel yang menghadap ke laut nampak sangat indah. Alam masih asri, belum banyak sentuhan tangan manusia.

Ada sejumlah wisatawan asing, dari Eropa, Jepang dan Korea yang sengaja datang untuk menyepi dan menikmati keindahan Pantai Kuta. Kedatangan para wisatawan dalam dan luar negeri itu sedikit banyaknya membantu perekonomian masyarakat di kampung itu. Banyak warung berdiri di tepi pantai menjual keperluan sehari-hari serta makanan dan minuman khas Lombok. Saya ikut minum kopi dan makan nasi di sebuah warung sederhana namun menyenangkan. Meski sudah lama tinggal dikota, selera makan saya tetap saja selera orang kampung. Menikmati ikan bakar dengan sambal dan lalap-lalapan di pinggir pantai, sungguh terasa enak tiada terkira. Kalau LombokBangka 118LombokBangka 153tak ada wisatawan berkunjung, mungkin warung-warung itu akan mati. Maka biarkanlah segalanya berjalan sebagaimana adanya. Wisatawan boleh datang dan pergi, namun suasana kampung haruslah tetap terpelihara. Suasana kampung yang bersahaja itulah yang membuat segalanya menjadi menarik. Kampung tak perlu diubah menjadi kota. Namun kesejahteraan hidup orang di kampung tentu harus ditingkatkan. Dengan hidup sejahtera itu, orang tidak akan merusak lingkungan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Keluar masuk kampung yang tak saya kenal adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Saya selalu heran, karena begitu saya masuk kampung – di mana saja di seluruh tanah air – orang-orang di LombokBangka 115kampung itu dengan mudah menyapa saya dan mengenal saya dengan baik. Mereka mengatakan sering melihat wajah saya di televisi dan berbagai media cetak, sehingga telah begitu akrab. Di kampung-kampung itu, saya sering diajak mampir ke rumah seseorang yang sebelumnya tak saya kenal. Mereka menyuguhi saya minuman sambil bercakap-cakap dengan orang kampung yang segera saja datang berkerumun. LombokBangka 107Dari pengamatan dan mendengarkan cerita orang di kampung itu, saya mengerti suasana hati rakyat. Apa keluhan mereka dan apa harapan mereka. Saya selalu menyimaknya dengan penuh kesungguhan, walau kadang kami tertawa-tawa sambil bercanda. Memang, berjalan kaki menyusuri kampung-kampung memberi inspirasi yang sangat berharga untuk saya renungkan. Saya pun senang memotret suasana kehidupan di kampung. Semuanya saya simpan dalam album untuk menjadi kenangan sepanjang hayat.

Orang kampung di sekitar Pantai Kuta di Lombok hidup dari bertani, berternak, menangkap ikan dan menenun. Kebanyakan mereka menanam padi dan palawija di sawah dan ladang. Mereka banyak LombokBangka 147memelihara sapi, kerbau dan kuda. Sebagian mereka melaut menangkap ikan menggunakan perahu nelayan tradisional. Kegiatan menenum dilakukan kaum wanita, menggunakan alat tenun tradisional.Kegiatan menenun itu dilakukan hampir setiap rumah. Ada toko bahan tenunan di pinggir jalan untuk memasarkan hasil tenunan itu, terutama kepada mereka yang berkunjung. Ada pula anak-anak dan perempuan dewasa yang LombokBangka 146menjunjung hasil tenunan dan menjajakannya kepada wisatawan yang datang ke Pantai Kuta. Kain tenunan yang nampak bagus itu dijual dengan harga yang murah. Mereka bahkan menawarkan kain sarung untuk laki-laki dengan harga Rp. 20 ribu sehelai. Kain songket relatif agak tinggi harganya. Mulai Rp.600 ribu sampai Rp 1 juta. Namun menenun songket sebagus itu, kadangkala memakan waktu satu bulan lamanya.

Menyimak harga-harga kain tenun yang dipasarkan, saya dapat membayangkan betapa sulitnya mencari uang bagi masyarakat perdesaan. Namun rezeki tentu datang dari mana saja, kalau orang rajin berbuat dan berusaha. Rumah-rumah nampak sederhana,LombokBangka 136 sebagai cerminan kesedrhanaan kehidupan sosial ekonomi penduduk kampung itu. Mereka hanya membeli sesuatu yang tidak dapat mereka buat sendiri, atau tak dapat diambil dari alam di sekitar mereka tinggal. Ongkos transportasi juga sedikit, karena agak jarang-jarang orang kampung bepergian. Hiburan juga ala kadarnya. Hidup tanpa banyak keinginan dan tuntutan, kadang-kadang menyenangkan juga. Kebahagiaan dan kesenangan hidup, tidak selalu dapat diukur dengan materi dan gemerlap kehidupan perkotaan. Hidup sederhana di kampung, jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan hidup di kota, namun diliputi kemiskinan.

Ketika waktu sembahyang Jum’at tiba, saya menghampiri sebuah mesjid di tepi jalan. Saya membaur dengan orang-orang kampung dengan bersahaja. Namun, tetap saja jemaah mesjid itu mengenal saya. Mereka ingin bersalaman dan menanyakan bagaimana LombokBangka 097ceritanya saya sampai ke kampung itu. Saya mengatakan, saya ingin berjalan-jalan dan memarkir kendaraan agak jauh, agar saya dapat berjalan kaki. Istri saya juga ikut dan dia menggunakan payung karena tak begitu tahan ditimpa teriknya sinar matahari. Orang Sasak beragama Islam. Mereka pada umumnya sangat kuat memegang ajaran agama. Saya bertanya kepada mereka tentang ajaran Islam Telu – sinkretismeLombokBangka 114 antara Islam dan Hindu – di kalangan warga Sasak. Mereka hanya tertawa dan mengatakan bahwa semua penduduk kampung itu menganut Islam Limo, artinya mereka mengerjakan sembahyang lima kali sehari semalam, bukan tiga kali seperti Islam Telu. Islam Telu sudah hampir punah, walau masih ada sedikit pengikutnya di gunung-gunung.

LombokBangka 110Mengamati kehidupan masyarakat kampung di Lombok makin membuat saya mengerti akan dinamika sosial. Tidak ada sesuatu yang statis. Kehidupan akan terus berubah. Masalahnya hanyalah apakah perubahan itu datang dengan cepat atau lambat. Dalam kasus Islam Telu misalnya, proses purifikasi pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam, cepat atau lambat akan datang juga. Demikian pula aspek-aspek yang lain dalam kehidupan sosial. Arsitektur mesjid di Lombok juga kian berubah, makin dipengaruhi oleg gaya bangunan Mughul dan Timur Tengah. Mesjid-mesjid lama masih menampakkan unsur tradisional Lombok, bahkan pengaruh arsitektur Hindu Jawa dan BaliLombokBangka 209 masih terasa. Secara subyektif, saya sebenarnya lebih menyukai arsitektur mesjid bergaya lokal, dengan tetap memenuhi ketentuan persyaratan sebuah masjid, terutama arah kiblat yang pas menunju Mekkah al-Mukarramah. Saya sering berkelana di negeri Tiongkok untuk menyaksikan mesjid-mesjid bergaya Kelenteng dengan perasaan takjub. Menjadi Muslim tidaklah harus menjadi seperti orang Arab. Islam menghargai dan menghormati ciri khas budaya suatu bangsa. Sering orang salah paham dengan hal ini.

LombokBangka 013Ketaatan orang sasak kepada agama Islam memang menakjubkan saya. Saya hampir tak percaya, ketika kawan-kawan di Lombok mengajak saya datang ke sana untuk menyampaikan ceramah dan pidato menyambut Tahun Baru Islam, 1 Muharram. Mereka bilang, kalau anda datang, maka pertemuan itu akan dihadiri tak kurang lima puluh ribu orang. Ternyata, yang hadir mendekati angka tujuh puluh ribu orang. LombokBangka 033Sayapun heran, jemaah sebanyak itu dengan tenang mendengarkan pesan-pesan yang saya sampaikan. Mereka menyimak kata demi kata yang saya ucapkan dengan penuh perhatian. Pengaruh ajaran agama terasa begitu dalam bagi kehidupan masyarakat Lombok. Seharusnyalah ketaatan kepada ajaran Islam itu mendorong masyarakat ke arah kemajuan.

Beberapa hari di Lombok, membawa kesan yang dalam ke lubuk hati sanubari saya. Saya merasa memiliki sebuah tanggungjawab sosial dan politik, untuk ikut membawa masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih bermakna. Maju secara sosial dan ekonomi, namun tetap berlandaskan kepada nilai-nilai Islam dan ciri khas budaya bangsa kita sendiri. Keadaan sosial ekonomi dan budaya di Lombok, sebenarnya hampir sama saja dengan daerah-daerah lain di seluruh tanah air. Masyarakat ingin sekali maju dan berkembang. Tugas para pemimpinlah untuk membawa mereka ke arah kemajuan itu…

Wallahu ‘alam bissawwab.

Cetak artikel Oleh Yusril Ihza Mahendra — March 4th, 2008